PENGOLAHAN SINYAL DIGITAL
MODUL 6

Nama : AGAN AZARO PUTA KISWANTO
Kelas : TE-2C
NIM : 4.39.18.0.02
POLITEKNIK
NEGERI SEMARANG
D4-TEKNIK
TELEKOMUNIKASI
TAHUN
AJARAN 2019/2020
PROSES SAMPLING
1. Tujuan
Setelah melakukan
percobaan diharapkan mahasiswa mampu :
a. Siswa memahami pengaruh pemilihan jumlah sample dan pengaruhnya
pada proses recovery sinyal
2. Dasar Teori
2.1 Analog to Digital Conversion
Dalam proses pengolahan sinyal analog, sinyal input masuk ke
Analog Signal
Processing (ASP), diberi berbagai perlakukan
(misalnya pemfilteran, penguatan,
dsb.) dan
outputnya berupa sinyal analog.

Proses
pengolahan sinyal secara digital memiliki bentuk sedikit berbeda. Komponen
utama system ini berupa sebuah processor digital yang mampu bekerja apabila
inputnya berupa sinyal digital. Untuk sebuah input berupa sinyal analog perlu
proses awal yang bernama digitalisasi melalui perangkat yang bernama
analog-to-digital conversion (ADC), dimana sinyal analog harus melalui proses
sampling, quantizing dan coding. Demikian juga output dari processor digital
harus melalui perangkat digital-to-analog conversion (DAC) agar outputnya
kembali menjadi bentuk analog. Ini bisa kita amati pada perangkat seperti PC,
digital sound system, dsb. Secara sederhana bentuk diagram bloknya adalah
seperti Gambar 6.2.

2.2 Proses Sampling
Berdasarkan pada penjelasan diatas kita tahu
betapa pentingnya satu proses yang bernama sampling. Setelah sinyal waktu
kontinyu atau yang juga popoler kita kenal sebagai sinyal analog disampel, akan
didapatkan bentuk sinyal waktu diskrit. Untuk mendapatkan sinyal waktu diskrit
yang mampu mewakili sifat sinyal aslinya, proses sampling harus memenuhi syarat
Nyquist.
fs
> 2 fi (6-1)
dimana:
fs = frekuensi
sinyal sampling
fi = frekuensi sinyal informasi yanga kan disampel
Fenomena aliasing
proses sampling akan muncul pada sinyal hasil sampling apabila
proses frekuensi sinyal sampling tidak memenuhi criteria diatas.
Perhatikan sebuah
sinyal sinusoida waktu diskrit yang memiliki bentuk persamaan matematika
seperti
berikut:
x(n)
= A sin(ωn +0) (6-2)
dimana:
A = amplitudo
sinyal
ω = frekuensi sudut
0 =
fase awal sinyal
Frekuensi dalam sinyal waktu diskrit memiliki
satuan radian per indek sample, dan memiliki ekuivalensi dengan 2πf.

Sinyal sinus pada Gambar 3 tersusun dari 61
sampel, sinyal ini memiliki frekuensi f = 50 dan disampel dengan Fs = 1000.
Sehingga untuk satu siklus sinyal sinus memiliki sample sebanyak Fs/f = 1000/50
= 20 sampel. Berbeda dengan sinyal waktu kontinyu (C-T), sifat frekuensi pada
sinyal waktu diskrit (D-T) adalah:
1.
Sinyal hanya
periodik jika f rasional. Sinyal periodic dengan periode N apabila berlaku
untuk untuk semua n bahwa x(n+N) = x(n). Periode fundamental NF adalah nilai N
yang terkecil. Sebagai contoh:
agar suatu sinyal periodic maka cos(2π(N+n) + θ)
= cos(2πn + θ) = cos(2πn + θ +2πk)
⇔ 2πN
= 2πk ⇔ f = k /N ⇔ f harusrasional
2.
Sinyal dengan
fekuensi beda sejauh k2π (dengan k bernilai integer) adalah identik. Jadi
berbeda dengan kasus pada C-T, pada kasus D-T ini sinyal yang memiliki suatu
frekuensi unik tidak berarti sinyal nya bersifat unik.
Sebagai contoh:
cos[(ωο + 2π)n +
θ] = cos (ωο + 2π)
karena cos(ωο +
2π) = cos(ωο). Jadi bila xk(n) = cos(ωοn+ 2π) , k = 0,1,.... Dimana ωk = ωοn+
2kπ, maka xk(n) tidak bisa dibedakan satu sama lain. Artinya x1(n) = x2(n) =
x3(n)....= xk(n). Sehingga suatu sinyal dengan frekuensi berbeda akan berbeda
jika frekuensinya dibatasi pada daerah −π < ω < π atau – 1/2 < f
2.3 Proses Aliasing
Seperti telah dijelaskan
diatas bahwa proses aliasing akan terjadi jika frekuensi sampling tidak sesuai
dengan aturan Nyquist. Gambar 6.4 memperlihatkan proses sampling jika dilihat
dari kawasan frekuensi. Karena transformasi Fourier dari deretan impuls adalah
juga suatu deretan impuls, maka konvolusi antara spektrum sinyal S(Ω) dengan
impuls δ(Ω - kΩT) menghasilkan pergeseran spektrum sejauh kΩT. Sebagai
akibatnya akan terjadi pengulangan (tiling) spektrum di seluruh rentang
frekuensi pada posisi kelipatan dari frekuensi pencuplikan. Gambar 6.4 bagian
kiri bawah menunjukkan spektrum dari sinyal yang lebar pitanya Ωm yang kemudian
mengalami proses pengulangan akibat proses sampling.

Jika jarak antar pengulangan atau grid pengulangan cukup
lebar, seperti diperlihatkan pada Gambar 6.5 bagian atas, yang juga berarti
bahwa frekuensi samplingnya cukup besar, maka tidak akan terjadi tumpang tindih
antar spektrum yang bertetangga. Kondisi ini disebut sebagai non-aliasing.
Selanjutnya sifat keunikan dari transformasi Fourier akan menjamin bahwa sinyal
asal dapat diperoleh secara sempurna. Sebaliknya, jika ΩT kurang besar, maka
akan terjadi tumpang tindih antar spektrum yang mengakibatkan hilangnya
sebagian dari informasi. Peristiwa ini disebut aliasing, seperti diperlihatkan
pada Gambar 6.5 bagian bawah.

Pada kondisi ini, sinyal tidak dapat lagi
direkonstruksi secara eksak. Dengan memahami peristiwa aliasing dalam kawasan
frekuensi, maka batas minimum laju pencuplikan atau batas Nyquist dapat
diperoleh, yaitu sebesar ΩNyquist = Ωm. Hasil ini dirumuskan sebagai teorema Shannon untuk pencuplikan
sebagai berikut:

Sebagai contoh, manusia
dapat mendengar suara dari frekuensi 20 Hz sampai dengan sekitar 20kHz, artinya
lebar pita dari suara yang mampu didengar manusia adalah sekitar 20 kHz. Dengan
demikian, pengubahan suara menjadi data dijital memerlukan laju pencuplikan
sedikitnya 2×20kHz = 40 kHz atau 40.000 cuplikan/detik supaya sinyal suara
dapat direkonstruksi secara sempurna, yang berarti juga kualitas dari suara
hasil perekaman dijital dapat dimainkan tanpa distorsi.
3. Perangkat Yang Dibutuhkan
a.
PC yang dilengkapi
dengan perangkat multimedia (sound card, Microphone, Speaker active, atau
headset)
b.
Sistem Operasi
Windows dan Perangkat Lunak Matlab yang dilengkapi dengan tool box DSP.
4. Langkah Percobaan
4.1 Pengamatan
Pengaruh Pemilihan Frekuensi Sampling Secara Visual
Prosedur yang
akan anda lakukan mirip dengan yang ada di percobaan 2,
tetapi disini
lebih ditekankan pad akonsep pemahaman fenomena sampling. Untuk
itu anda mulai
dengan membuat program baru dengan perintah seperti berikut :
%sampling_1.m
Fs=8;%frekuensi
sampling
t=(0:Fs-1)/Fs;%proses
normalisasi
s1=sin(2*pi*t*2);
subplot(211)
stem(t,s1)
axis([0 1 -1.2
1.2])
Fs=16;%frekuensi
sampling
t=(0:Fs-1)/Fs;%proses
normalisasi
s2=sin(2*pi*t*2);
subplot(212)
stem(t,s2)
axis([0 1 -1.2
1.2])

Lakukan perubahan pada nilai Fs, pada sinyal s1
sehingga bernilai 10, 12, 14, 16, 20, dan 30. Catat apa yang terjadi ? Apa
pengaruh fs terhadap jumlah sample ? Apa pengaruh jumlah sample berbeda untuk
satu periode sinyal terbangkit?
4.2 Pengamatan
Pengaruh Pemilihan Frekuensi Sampling pada Efek Audio
Disini
kita akan mendengarkan bagaimana pengaruh frekuensi sampling melalui sinyal
audio. Untuk itu anda harus mempersiapkan PC anda dengan speaker aktif yang
sudah terkonek dengan sound card. Selanjutnya anda ikuti langkah berikut :
1.
Buat program bari
sampling_2.m dengan perintah seperti berikut ini.
%sampling_2.m
clear all;
Fs=1000;
t=0:1/Fs:0.25;
f=100;
x=sin(2*pi*f*t);
%sound(x,Fs)
plot(x)
2.
Setelah anda
menjalankan program tersebut, apa yang anda dapatkan? Selanjutnya coba anda
rubah nilai f = 200, 250,300, 350, 400 dan 850. Plot hasil running program dari
masing-masing nilai f (dengan subplot). Apa yang anda dapatkan? Beri penjelasan
tentang kejadian tersebut.
4.3 Pengamatan Efek Aliasing pada Audio
Tentunya anda bosan
dengan sesuatu yang selalu serius, marilah kita sedikit bernafas melepaskan ketegangan tanpa harus meninggalkan
laboratorium tempak praktikum. Caranya?
1. Anda susun sebuah lagu sederhana dengan cara
membuat program baru berikut
ini.
clc ; clf ;
Fs=16000;
t=0:1/Fs:0.25;
c=sin(2*pi*262*t);
d=sin(2*pi*294*t);
e=sin(2*pi*330*t);
f=sin(2*pi*249*t);
g=sin(2*pi*392*t);
a=sin(2*pi*440*t);
b=sin(2*pi*494*t);
c1=sin(2*pi*523*t);
nol =
[zeros(size(t))];
nada1 =
[c,e,c,e,f,g,g,nol,b,c1,b,c1,b,g,nol,nol];
nada2 =
[c,e,c,e,f,g,g,nol,b,c1,b,c1,b,g,nol];
nada3 =
[c,nol,e,nol,g,nol,f,f,g,f,e,c,f,e,c,nol];
nada4 =
[c,nol,e,nol,g,nol,f,f,g,f,e,c,f,e,c];
lagu=[nada1,nada2,nada3,nada4];
sound(lagu,Fs)
subplot(211)
plot (lagu)
subplot(212)
stem (lagu)
2.
Pada bagian akhir
program anda tambahkan perintah berikut wavwrite(lagu,‘gundul.wav’)
3.
Coba anda
minimize Matlab anda, cobalah gunakan Windows Explorer untuk melihat dimana
file gundul.wav berada. Kalau sudah terlihat coba click kanan pada gundul.wav
dan bunyikan.
4.
Coba
anda edit program anda diatas, dan anda lakukan perubahan pada nilai frekuensi
sampling Fs=14000, menjadi Fs =10000, 2000 dan 800. Plot perubahan frekuensi
tersebut. Apa yang anda dapatkan?

5. Hasil Percobaan
4.1 Pengamatan Pengaruh Pemilihan Frekuensi Sampling Secara Visual
Program awal :
%sampling_1.m
Fs=8;%frekuensi sampling
t=(0:Fs-1)/Fs;%proses normalisasi
s1=sin(2*pi*t*2);
subplot(211)
stem(t,s1)
axis([0 1 -1.2 1.2])
Fs=16;%frekuensi sampling
t=(0:Fs-1)/Fs;%proses normalisasi
s2=sin(2*pi*t*2);
subplot(212)
stem(t,s2)
axis([0 1 -1.2 1.2])
Output :

6. Melakukan
Perubahan pada fs
1. Fs = 10



6. Fs = 30

4.2 Pengamatan Pengaruh
Pemilihan Frekuensi Sampling pada Efek Audio
Program
awal :
%sampling_2.m
clear all;
Fs=1000;
t=0:1/Fs:0.25;
f=100;
x=sin(2*pi*f*t);
%sound(x,Fs)
plot(x)
Output :

b. Merubah nilai F dan subplot
Program :
%sampling_2.m
clear all;
Fs=1000;
t=0:1/Fs:0.25;
f=200;
x=sin(2*pi*f*t);
%sound(x,Fs)
subplot(321)
plot(x)
title('f = 200')
f2=250;
x2=sin(2*pi*f2*t);
%sound(x,Fs)
subplot(322)
plot(x2)
title('f = 250')
f3=300;
x3=sin(2*pi*f3*t);
%sound(x,Fs)
subplot(323)
plot(x3)
title('f = 300')
f4=350;
x4=sin(2*pi*f4*t);
%sound(x,Fs)
subplot(324)
plot(x4)
title('f = 350')
f5=400;
x5=sin(2*pi*f5*t);
%sound(x,Fs)
subplot(325)
plot(x5)
title('f = 400')
f6=850;
x6=sin(2*pi*f6*t);
%sound(x,Fs)
subplot(326)
plot(x6)
title('f = 850')
Output :

4.3 Pengamatan
Efek Aliasing pada Audio
1. Lagu sederhana
Program Awal
clc ; clf ;
Fs=16000;
t=0:1/Fs:0.25;
c=sin(2*pi*262*t);
d=sin(2*pi*294*t);
e=sin(2*pi*330*t);
f=sin(2*pi*249*t);
g=sin(2*pi*392*t);
a=sin(2*pi*440*t);
b=sin(2*pi*494*t);
c1=sin(2*pi*523*t);
nol =
[zeros(size(t))];
nada1 =
[c,e,c,e,f,g,g,nol,b,c1,b,c1,b,g,nol,nol];
nada2 =
[c,e,c,e,f,g,g,nol,b,c1,b,c1,b,g,nol];
nada3 =
[c,nol,e,nol,g,nol,f,f,g,f,e,c,f,e,c,nol];
nada4 =
[c,nol,e,nol,g,nol,f,f,g,f,e,c,f,e,c];
lagu=[nada1,nada2,nada3,nada4];
sound(lagu,Fs)
subplot(211)
plot (lagu)
subplot(212)
stem (lagu)
Output :

2.
Tambahkan
perintah di bagian akhir program, dengan perintah :
audiowrite('gundul.wav',lagu,Fs)
3.
File akan
tersimpan di default keluaran dari matlab (./Documents/MATLAB)
4.
Mengubah
Frekuensi Sampling
·
Fs = 16000
Output :

·
Fs = 10000
Output :

·
Fs
= 2000
Output :

·
Fs = 800
Output: ERROR

6. Analisa
Pada modul 6 ini dilakukan
percobaan proses sampling. Pada percobaan pertama dilakukan pembandingan
frekuensi 8 dan 16, pada frekuensi 8 sinyal diskrit terlihat lebih sedikit
dibandingkan 16. Lalu dilakukan perubahan nilai Fs yaitu 10,12,14,16,20, dan
30. Pada perubahan ini dapat dilihat hasilnya, semakin tinggi frekuensi nya
maka semakin rapat juga jumlah sinyal yg dihasilkan.
Lalu selanjutnya dilakukan
percobaan kedua, yaitu pengamatan pengaruh pemilikan frekuensi sampling pada
efek audio, diamati bahwa frekuensi sampling ini berguna untuk memperdengarkan
sinyal sampling sin dalam bentuk suara. Menggunakan persamaan rumus
x=sin(2*pi*f*t), t disini berfungsi sebagai pedoman seberapa lama nada itu
berakhir. Script %sound(x,Fs) berguna untuk mengirim bunyi dari vector x dengan
frekuensi sampling Fs ke speaker. Kemudian plot(x) digunakan untuk menampilkan
gelombang sinus. Kemudian terjadi perubahan pada nilai f = 200, 250,300, 350,
400 dan 850. Hasil dari perubahan yaitu nada 200 sama dengan 800. Hal yang sama
terjadi ketika frekuensi 250 dengan 750, 300 dengan 700 400 dengan 600 dan 850
dengan 250. Suara akan tetap dihasilkan selama besar f<2Fs. Jika sinyal 1000
tidak dapat dihasilkan dengan program diatas.
Lalu yg terakhir, dilakukan
pengamatan efek aliasing pada audio. Dilakukan percobaan dengan mengubah nilai
Fs yang berpengaruh dengan sumbu x dari sinyal yang dihasilkan. Pada Fs = 800
tidak dapat memunculkan suara karena minimal Fs untuk audiowav adalah 1000.
7. Kesimpulan
Sesuai dengan praktikum Modul 6
ini dapat disimpulkan bahwa sinyal digital dapat dikonversi ke sinyal analog.
Sample yang dihasilkan dari pembagian antara Fs dan f pada saat pengamatan efek
aliansing, semakin besar nilai frekuensi maka semakin jelas suara yang
didengarkan. Dan semakin besar frekuensi sinyal sampling maka bentuk sinyal yang
dihasilkan lebih mirip dengan sinyal asli dan jika frekuensi dikecilkan maka
bagian sinyal yang akan di sampling makin sedikit,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar