Rabu, 17 Juni 2020


PENGOLAHAN SINYAL DIGITAL
MODUL 6



PoliBW










                             Nama : AGAN AZARO PUTA KISWANTO
                             Kelas : TE-2C
                             NIM  : 4.39.18.0.02



POLITEKNIK NEGERI SEMARANG
D4-TEKNIK TELEKOMUNIKASI
TAHUN AJARAN 2019/2020

PROSES SAMPLING
1.      Tujuan
Setelah melakukan percobaan diharapkan mahasiswa mampu :
a. Siswa memahami pengaruh pemilihan jumlah sample dan pengaruhnya pada proses recovery sinyal
2.      Dasar Teori
2.1 Analog to Digital Conversion
Dalam proses pengolahan sinyal analog, sinyal input masuk ke Analog Signal
Processing (ASP), diberi berbagai perlakukan (misalnya pemfilteran, penguatan,
dsb.) dan outputnya berupa sinyal analog.
Proses pengolahan sinyal secara digital memiliki bentuk sedikit berbeda. Komponen utama system ini berupa sebuah processor digital yang mampu bekerja apabila inputnya berupa sinyal digital. Untuk sebuah input berupa sinyal analog perlu proses awal yang bernama digitalisasi melalui perangkat yang bernama analog-to-digital conversion (ADC), dimana sinyal analog harus melalui proses sampling, quantizing dan coding. Demikian juga output dari processor digital harus melalui perangkat digital-to-analog conversion (DAC) agar outputnya kembali menjadi bentuk analog. Ini bisa kita amati pada perangkat seperti PC, digital sound system, dsb. Secara sederhana bentuk diagram bloknya adalah seperti Gambar 6.2.


2.2 Proses Sampling
Berdasarkan pada penjelasan diatas kita tahu betapa pentingnya satu proses yang bernama sampling. Setelah sinyal waktu kontinyu atau yang juga popoler kita kenal sebagai sinyal analog disampel, akan didapatkan bentuk sinyal waktu diskrit. Untuk mendapatkan sinyal waktu diskrit yang mampu mewakili sifat sinyal aslinya, proses sampling harus memenuhi syarat Nyquist.
fs > 2 fi                                                                       (6-1)
dimana:
fs = frekuensi sinyal sampling
fi = frekuensi sinyal informasi yanga kan disampel
Fenomena aliasing proses sampling akan muncul pada sinyal hasil sampling apabila
proses frekuensi sinyal sampling tidak memenuhi criteria diatas. Perhatikan sebuah
sinyal sinusoida waktu diskrit yang memiliki bentuk persamaan matematika seperti
berikut:
x(n) = A sin(ωn +0)                                                    (6-2)
dimana:

A = amplitudo sinyal 

ω = frekuensi sudut 
0 = fase awal sinyal
Frekuensi dalam sinyal waktu diskrit memiliki satuan radian per indek sample, dan memiliki ekuivalensi dengan 2πf.

Sinyal sinus pada Gambar 3 tersusun dari 61 sampel, sinyal ini memiliki frekuensi f = 50 dan disampel dengan Fs = 1000. Sehingga untuk satu siklus sinyal sinus memiliki sample sebanyak Fs/f = 1000/50 = 20 sampel. Berbeda dengan sinyal waktu kontinyu (C-T), sifat frekuensi pada sinyal waktu diskrit (D-T) adalah:
1.      Sinyal hanya periodik jika f rasional. Sinyal periodic dengan periode N apabila berlaku untuk untuk semua n bahwa x(n+N) = x(n). Periode fundamental NF adalah nilai N yang terkecil. Sebagai contoh:
agar suatu sinyal periodic maka cos(2π(N+n) + θ) = cos(2πn + θ) = cos(2πn + θ +2πk)
2πN = 2πk f = k /N f                    harusrasional
2.      Sinyal dengan fekuensi beda sejauh k2π (dengan k bernilai integer) adalah identik. Jadi berbeda dengan kasus pada C-T, pada kasus D-T ini sinyal yang memiliki suatu frekuensi unik tidak berarti sinyal nya bersifat unik.
Sebagai contoh:
cos[(ωο + 2π)n + θ] = cos (ωο + 2π)
karena cos(ωο + 2π) = cos(ωο). Jadi bila xk(n) = cos(ωοn+ 2π) , k = 0,1,.... Dimana ωk = ωοn+ 2kπ, maka xk(n) tidak bisa dibedakan satu sama lain. Artinya x1(n) = x2(n) = x3(n)....= xk(n). Sehingga suatu sinyal dengan frekuensi berbeda akan berbeda jika frekuensinya dibatasi pada daerah −π < ω < π atau – 1/2 < f

2.3 Proses Aliasing
Seperti telah dijelaskan diatas bahwa proses aliasing akan terjadi jika frekuensi sampling tidak sesuai dengan aturan Nyquist. Gambar 6.4 memperlihatkan proses sampling jika dilihat dari kawasan frekuensi. Karena transformasi Fourier dari deretan impuls adalah juga suatu deretan impuls, maka konvolusi antara spektrum sinyal S(Ω) dengan impuls δ(Ω - kΩT) menghasilkan pergeseran spektrum sejauh kΩT. Sebagai akibatnya akan terjadi pengulangan (tiling) spektrum di seluruh rentang frekuensi pada posisi kelipatan dari frekuensi pencuplikan. Gambar 6.4 bagian kiri bawah menunjukkan spektrum dari sinyal yang lebar pitanya Ωm yang kemudian mengalami proses pengulangan akibat proses sampling.

Jika jarak antar pengulangan atau grid pengulangan cukup lebar, seperti diperlihatkan pada Gambar 6.5 bagian atas, yang juga berarti bahwa frekuensi samplingnya cukup besar, maka tidak akan terjadi tumpang tindih antar spektrum yang bertetangga. Kondisi ini disebut sebagai non-aliasing. Selanjutnya sifat keunikan dari transformasi Fourier akan menjamin bahwa sinyal asal dapat diperoleh secara sempurna. Sebaliknya, jika ΩT kurang besar, maka akan terjadi tumpang tindih antar spektrum yang mengakibatkan hilangnya sebagian dari informasi. Peristiwa ini disebut aliasing, seperti diperlihatkan pada Gambar 6.5 bagian bawah.

Pada kondisi ini, sinyal tidak dapat lagi direkonstruksi secara eksak. Dengan memahami peristiwa aliasing dalam kawasan frekuensi, maka batas minimum laju pencuplikan atau batas Nyquist dapat diperoleh, yaitu sebesar ΩNyquist = Ωm. Hasil ini dirumuskan sebagai teorema Shannon untuk pencuplikan sebagai berikut:
Sebagai contoh, manusia dapat mendengar suara dari frekuensi 20 Hz sampai dengan sekitar 20kHz, artinya lebar pita dari suara yang mampu didengar manusia adalah sekitar 20 kHz. Dengan demikian, pengubahan suara menjadi data dijital memerlukan laju pencuplikan sedikitnya 2×20kHz = 40 kHz atau 40.000 cuplikan/detik supaya sinyal suara dapat direkonstruksi secara sempurna, yang berarti juga kualitas dari suara hasil perekaman dijital dapat dimainkan tanpa distorsi.
3. Perangkat Yang Dibutuhkan
a.       PC yang dilengkapi dengan perangkat multimedia (sound card, Microphone, Speaker active, atau headset)
b.      Sistem Operasi Windows dan Perangkat Lunak Matlab yang dilengkapi dengan tool box DSP.
4. Langkah Percobaan

4.1 Pengamatan Pengaruh Pemilihan Frekuensi Sampling Secara Visual
Prosedur yang akan anda lakukan mirip dengan yang ada di percobaan 2,
tetapi disini lebih ditekankan pad akonsep pemahaman fenomena sampling. Untuk
itu anda mulai dengan membuat program baru dengan perintah seperti berikut :
%sampling_1.m
Fs=8;%frekuensi sampling
t=(0:Fs-1)/Fs;%proses normalisasi
s1=sin(2*pi*t*2);
subplot(211)
stem(t,s1)
axis([0 1 -1.2 1.2])
Fs=16;%frekuensi sampling
t=(0:Fs-1)/Fs;%proses normalisasi
s2=sin(2*pi*t*2);
subplot(212)
stem(t,s2)
axis([0 1 -1.2 1.2])


Lakukan perubahan pada nilai Fs, pada sinyal s1 sehingga bernilai 10, 12, 14, 16, 20, dan 30. Catat apa yang terjadi ? Apa pengaruh fs terhadap jumlah sample ? Apa pengaruh jumlah sample berbeda untuk satu periode sinyal terbangkit?
4.2 Pengamatan Pengaruh Pemilihan Frekuensi Sampling pada Efek Audio
Disini kita akan mendengarkan bagaimana pengaruh frekuensi sampling melalui sinyal audio. Untuk itu anda harus mempersiapkan PC anda dengan speaker aktif yang sudah terkonek dengan sound card. Selanjutnya anda ikuti langkah berikut :
1.         Buat program bari sampling_2.m dengan perintah seperti berikut ini.
%sampling_2.m
clear all;
Fs=1000;
t=0:1/Fs:0.25;
f=100;
x=sin(2*pi*f*t);
%sound(x,Fs)
plot(x)
2.         Setelah anda menjalankan program tersebut, apa yang anda dapatkan? Selanjutnya coba anda rubah nilai f = 200, 250,300, 350, 400 dan 850. Plot hasil running program dari masing-masing nilai f (dengan subplot). Apa yang anda dapatkan? Beri penjelasan tentang kejadian tersebut.
4.3 Pengamatan Efek Aliasing pada Audio
Tentunya anda bosan dengan sesuatu yang selalu serius, marilah kita sedikit bernafas melepaskan ketegangan tanpa harus meninggalkan laboratorium tempak praktikum. Caranya?
1.      Anda susun sebuah lagu sederhana dengan cara membuat program baru berikut
ini.
clc ; clf ;
Fs=16000;
t=0:1/Fs:0.25;
c=sin(2*pi*262*t);
d=sin(2*pi*294*t);

e=sin(2*pi*330*t);
f=sin(2*pi*249*t);
g=sin(2*pi*392*t);
a=sin(2*pi*440*t);
b=sin(2*pi*494*t);
c1=sin(2*pi*523*t);
nol = [zeros(size(t))];
nada1 = [c,e,c,e,f,g,g,nol,b,c1,b,c1,b,g,nol,nol];
nada2 = [c,e,c,e,f,g,g,nol,b,c1,b,c1,b,g,nol];
nada3 = [c,nol,e,nol,g,nol,f,f,g,f,e,c,f,e,c,nol];
nada4 = [c,nol,e,nol,g,nol,f,f,g,f,e,c,f,e,c];
lagu=[nada1,nada2,nada3,nada4];
sound(lagu,Fs)
subplot(211)
plot (lagu)
subplot(212)
stem (lagu)
2.      Pada bagian akhir program anda tambahkan perintah berikut wavwrite(lagu,‘gundul.wav’)
3.      Coba anda minimize Matlab anda, cobalah gunakan Windows Explorer untuk melihat dimana file gundul.wav berada. Kalau sudah terlihat coba click kanan pada gundul.wav dan bunyikan.
4.      Coba anda edit program anda diatas, dan anda lakukan perubahan pada nilai frekuensi sampling Fs=14000, menjadi Fs =10000, 2000 dan 800. Plot perubahan frekuensi tersebut. Apa yang anda dapatkan?

5. Hasil Percobaan
4.1 Pengamatan Pengaruh Pemilihan Frekuensi Sampling Secara Visual
Program awal :
%sampling_1.m
Fs=8;%frekuensi sampling
t=(0:Fs-1)/Fs;%proses normalisasi
s1=sin(2*pi*t*2);
subplot(211)
stem(t,s1)
axis([0 1 -1.2 1.2])
Fs=16;%frekuensi sampling
t=(0:Fs-1)/Fs;%proses normalisasi
s2=sin(2*pi*t*2);
subplot(212)
stem(t,s2)
axis([0 1 -1.2 1.2])
Output :

6.      Melakukan Perubahan pada fs 

1. Fs = 10

Text Box:  Text Box: 2. Fs = 12Text Box: 3. Fs = 14

Text Box:  Text Box: 3. Fs = 16Text Box: 0. Fs = 20

6. Fs = 30
4.2 Pengamatan Pengaruh Pemilihan Frekuensi Sampling pada Efek Audio

Program awal :

%sampling_2.m 

clear all;
Fs=1000;

t=0:1/Fs:0.25; 

f=100;

x=sin(2*pi*f*t); 

%sound(x,Fs) 
plot(x)

Output :


b. Merubah nilai F dan subplot 

Program :

%sampling_2.m 

clear all;
Fs=1000;
t=0:1/Fs:0.25;
f=200;

x=sin(2*pi*f*t); 

%sound(x,Fs)
subplot(321)
plot(x)
title('f = 200')
f2=250;

x2=sin(2*pi*f2*t); 

%sound(x,Fs) 
subplot(322) 
plot(x2)
title('f = 250')
f3=300;

x3=sin(2*pi*f3*t); 

%sound(x,Fs) 
subplot(323) 
plot(x3)

title('f = 300')

f4=350; 

x4=sin(2*pi*f4*t); 
%sound(x,Fs) 
subplot(324) 
plot(x4)
title('f = 350')

f5=400; 

x5=sin(2*pi*f5*t); 
%sound(x,Fs) 
subplot(325) 
plot(x5)
title('f = 400')

f6=850; 

x6=sin(2*pi*f6*t); 
%sound(x,Fs) 
subplot(326) 
plot(x6)
title('f = 850')
Output :






4.3 Pengamatan Efek Aliasing pada Audio
1. Lagu sederhana

Program Awal

            clc ; clf ;
            Fs=16000;
            t=0:1/Fs:0.25;
            c=sin(2*pi*262*t);
            d=sin(2*pi*294*t);
            e=sin(2*pi*330*t);
            f=sin(2*pi*249*t);
            g=sin(2*pi*392*t);
            a=sin(2*pi*440*t);
            b=sin(2*pi*494*t);
            c1=sin(2*pi*523*t);
            nol = [zeros(size(t))];
            nada1 = [c,e,c,e,f,g,g,nol,b,c1,b,c1,b,g,nol,nol];
            nada2 = [c,e,c,e,f,g,g,nol,b,c1,b,c1,b,g,nol];
            nada3 = [c,nol,e,nol,g,nol,f,f,g,f,e,c,f,e,c,nol];
            nada4 = [c,nol,e,nol,g,nol,f,f,g,f,e,c,f,e,c];
            lagu=[nada1,nada2,nada3,nada4];
            sound(lagu,Fs)
            subplot(211)
            plot (lagu)
subplot(212)
stem (lagu)


Output :



2.      Tambahkan perintah di bagian akhir program, dengan perintah :
audiowrite('gundul.wav',lagu,Fs)
3.                                     File akan tersimpan di default keluaran dari matlab (./Documents/MATLAB)
4.                                     Mengubah Frekuensi Sampling

·         Fs = 16000 

Output :

·         Fs = 10000 

Output :


·         

Fs = 2000 
Output :
·         Fs = 800
Output: ERROR

6. Analisa

Pada modul 6 ini dilakukan percobaan proses sampling. Pada percobaan pertama dilakukan pembandingan frekuensi 8 dan 16, pada frekuensi 8 sinyal diskrit terlihat lebih sedikit dibandingkan 16. Lalu dilakukan perubahan nilai Fs yaitu 10,12,14,16,20, dan 30. Pada perubahan ini dapat dilihat hasilnya, semakin tinggi frekuensi nya maka semakin rapat juga jumlah sinyal yg dihasilkan.
Lalu selanjutnya dilakukan percobaan kedua, yaitu pengamatan pengaruh pemilikan frekuensi sampling pada efek audio, diamati bahwa frekuensi sampling ini berguna untuk memperdengarkan sinyal sampling sin dalam bentuk suara. Menggunakan persamaan rumus x=sin(2*pi*f*t), t disini berfungsi sebagai pedoman seberapa lama nada itu berakhir. Script %sound(x,Fs) berguna untuk mengirim bunyi dari vector x dengan frekuensi sampling Fs ke speaker. Kemudian plot(x) digunakan untuk menampilkan gelombang sinus. Kemudian terjadi perubahan pada nilai f = 200, 250,300, 350, 400 dan 850. Hasil dari perubahan yaitu nada 200 sama dengan 800. Hal yang sama terjadi ketika frekuensi 250 dengan 750, 300 dengan 700 400 dengan 600 dan 850 dengan 250. Suara akan tetap dihasilkan selama besar f<2Fs. Jika sinyal 1000 tidak dapat dihasilkan dengan program diatas.
Lalu yg terakhir, dilakukan pengamatan efek aliasing pada audio. Dilakukan percobaan dengan mengubah nilai Fs yang berpengaruh dengan sumbu x dari sinyal yang dihasilkan. Pada Fs = 800 tidak dapat memunculkan suara karena minimal Fs untuk audiowav adalah 1000.

7. Kesimpulan
Sesuai dengan praktikum Modul 6 ini dapat disimpulkan bahwa sinyal digital dapat dikonversi ke sinyal analog. Sample yang dihasilkan dari pembagian antara Fs dan f pada saat pengamatan efek aliansing, semakin besar nilai frekuensi maka semakin jelas suara yang didengarkan. Dan semakin besar frekuensi sinyal sampling maka bentuk sinyal yang dihasilkan lebih mirip dengan sinyal asli dan jika frekuensi dikecilkan maka bagian sinyal yang akan di sampling makin sedikit,